PERGURUAN KUNTAU JASA DATU
KANDANGAN-KABUPATEN
HULU SUNGAI SELATAN
Kuntau adalah seni olahraga bela
diri khas melayu yang saat ini masih
bisa ditemukan di daerah Kalimantan Selatan. Kuntau merupakan seni bela
diri warisan orang tua (orang bahari). Kebiasaan belajar Kuntau (main
kuntau) dilakukan masyarakat biasanya pada malam hari di tempat yang di sebut
dengan Gelanggang dan diiringi dengan alat musik babun, gong serta serunai yang
merupakan ciri khas dari tradisi main kuntau beberapa waktu terakhir ini (sebelumnya tanpa iringan
musik).
Kuntau sendiri juga sama dengan seni bela diri yang lain
juga memiliki jurus yang harus dikuasai selama belajar, namun jurus di sini di
sebut dengan “BUNGA”, dan biasanya diistilahkan dengan “MAMBAWA BUNGA” artinya
satu peragaan jurus yang di tampilkan oleh seseorang.
Setelah seseorang belajar jurus “BUNGA”
dilanjutkan dengan belajar “PATIKAMAN” artinya jurus rahasia yang di ajarkan mengenai
titik-titik lemah bagi seseorang,dan ini di ajarkan secara rahasia artinya di antara
sekian banyak yang belajar di pilih oleh guru orang-orang yang dapat yang melanjutkan
belajar “PATIKAMAN”.
Setelah “PATIKAMAN” maka dilanjutkan
dengan belajar yang diistilahkan dengan “PALAPASAN” yaitu cara bagaimana
melepaskan serangan orang lain terutama cara melepaskan “PATIKAMAN” itu sendiri,
artinya setelah di ajarkan teknik menyerang akan di ajarkan pula teknik untuk
melepaskannya.
Yang menarik dari belajar kuntau di
kenal istilah “BATAMAT” (selesai) belajar, dalam acara batamat kuntau dibarengi dengan pengujian,
biasanya murid yang sudah belajar di uji kemampuannya terhadap apa yang sudah
di ajarkan. Biasanya di uji dengan diserang secara mendadak oleh guru tanpa diberitahu
terlebih dahulu.
Apabila si murid mampu
untuk menangkis serangan-serangan dari guru, maka murid dikatakan “TAMAT”
(selesai) belajar kuntau dan dilanjutkan dengan upacara selamatan, dalam upacara ini biasanya disertai dengan
bermacam-macam upacara kecil seperti harus ada “LADING BELATI” (pisau belati), dan
“LAKATAN” (nasi ketan). Maksud dari nasi ketan adalah agar ilmu yang sudah
dipelajari tetap melekat/ menempel seperti ketan. setelah itu selesailah
belajar kuntau
dan murid boleh mengajarkannya kembali.
Seperti di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) tepatnya di
Kota Kandangan, sebuah Perguruan Kuntau bernama Jasa Datu Saraba Cakap Asam
Cangkok Desa Amawang Kanan Kecamatan Kandangan yang masih melestarikan kesenian
warisan leluhur tersebut.
Apalagi perguruan kuntau ini mengkolaborasikan seni olahraga
bela diri kuntau dengan musik panting, tentunya hal ini menambah khasanah
budaya dan daya tarik bagi penonton maupun bagi pemain kuntau itu sendiri.
Menurut Abdul Kadir pada tahun 70-an, saat pertunjukkan
kuntau masih belum diiringi dengan musik panting, selain belum terpikirkan
kearah sana, saat itu juga karena orang-orang
yang melatih seni bela diri kuntau pada tahun itu tidak menyukai adanya iringan
musik.
Adapun definisi kuntau ucap Kadir, yaitu seni olahraga bela
diri. “Seni adalah hiburan, olahraga bela diri adalah membela diri. Kuntau itu 75% seni 25% tanding, jadi berbeda
dengan silat, karate, judo, dan lain nya 75% tanding 25% seni,” papar pimpinan perguruan
Jasa Datu Saraba Cakap Asam Cangkok Desa Amawang Kanan Kecamatan Kandangan.
Namun tambah Kadir, tujuannya sama yaitu untuk olahraga bela
diri. Dengan bertambahnya alunan musik
pada pertunjukkan kuntau, olahraga seni bela diri kuntau akhirnya banyak
dipentaskan dalam berbagai acara seperti perkawinan, penyambutan gubernur dan
lain sebagainya.
Ilustasi Gambar dan Gerakan Kuntau : Aulia Rahman (Cucu Abdul Kadir)
Sejarah Perguruan Jasa Datu Jasa Datu Kandangan-Kabupaten
Hulu Sungai Selatan, ini dimulai dengan nama “JASA DATU” yang kepanjangannya
dari nama-nama guru kuntau yang dahulu yaitu Jali (Ja), Salum (Sa), Dali (Da),
dan Tutung (Tu),” terang Kadir.
Kemudian guru kuntau yang bernama Guru Tutung menurunkan
ilmu kuntau kepada murid beliau yang bernama H. Abdussalam, Basran, Ilmi, Awat
Samatra dan lainnya yang kini sudah berumur 70 tahun ke atas, namun maih aktif
mengajarkan ilmu kuntau sampai sekarang.
Menurutnya, perguruan kuntau yang masih menurunkan ilmu
kuntau dan masih aktif
di daerah Kandangan dan sekitarnya ada 9 perguruan, antara lain Perguruan
Kuntau Jasa Datu Saraba Cakap Asam Cangkok-Amawang Kanan dipimpin oleh Abdul
Kadir, Perguruan Kuntau Jasa Datu Baluti dipimpin oleh H. Nasrum, Perguruan
Kuntau Jasa Datu Jambu Hulu dipimpin oleh Rudin, Perguruan Kuntau Jasa Datu
Purbayaksa Muara Banta dipimpin oleh Jali, Perguruan Kuntau Jasa Datu Jambu
Karikil dipimpin oleh Tani, Perguruan Kuntau Jasa Datu Telaga Mas Telaga
Bidadari dipimpin oleh Mahdini, Perguruan Kuntau Jasa Datu Singa Mas dipimpin oleh
Asmuni dan Abdul Khalik, Perguruan Kuntau Singa Jaya Amparaya dipimpin oleh
Mulyadi dan Perguruan Kuntau Elang Putih Kapuh dipimpin oleh Ilham.
Perguruan Perguruan Kuntau Jasa Datu Saraba Cakap Asam
Cangkok berada di Desa
Amawang Kanan Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Untuk latihan biasanya dilakukan
di tempat latihan yang biasa mereka sebut gelanggang
yang berada disamping rumah Abdul Kadir pimpinan
perguruan tersebut, ungkap Abdul
Kadir.
Masa jaya Perguruan Kuntau yang berada di wilayah Kabupaten
Hulu Sungai Selatan yang tepat nya berada di Kota Kandangan itu menurutnya terjadi pada tahun 70-an.
Kesenian Kuntau yang dulu dan sekarang itu berbeda
versi, bedanya adalah dulu olahraga seni bela diri kuntau itu benar-benar
tanding (tidak memakai humor) karena yang dulu tidak menyukai musik yang di
campur adukan dengan bela diri kuntau yang menyebabkan terjadi perkelahian,
tetapi kuntau yang sekarang adalah olahraga seni bela diri yang mempunyai versi
seni dan hiburan yang digabung dengan musik dan lebih mencakup humor, yang di
definisikan ada 60% serius dan 40% humor jadi tidak ada lagi yang mengakibatkan
perkelahian diantara pemain,” ucapnya.
Ilustasi Gambar dan Gerakan Alat Musik : Mahdini/ Gong dan Abdul Kadir/ Babun
Adapun masa redupnya olahraga seni bela diri kuntau ini tambahnya, terjadi pada tahun 2000-an. “Bukan berarti hilang tetapi masih ada, namun perkembangannya kurang sehingga
mendapat penurunan minat dari masyarakat sekitar,” ungkapnya.
Namun, setelah diadakannya Festival Kuntau tingkat Kabupaten
yang bertemakan “BUNGA BERKEMBANG” tahun 2010-2011 yang menjadikan seni bela diri
kuntau itu kembali banyak
dilihat orang, dan peminat
olahraga kuntau kembali bermunculan.
“Olahraga seni beladiri Kuntau itu bagusnya kalau bisa dimulai saat umur 8-9 tahun atau kelas 3 SD. Saat ini perguruan kami yang meminati olahraga seni bela diri kuntau mayoritas dari kalangan anak-anak
ataupun pelajar,” terang Abdul
Kadir.
Siapapun lanjut Abdul Kadir, boleh belajar olahraga seni kuntau di Perguruan Kuntau Jasa Datu Saraba Cakap. Karena diperguruan yang ia pimpin ucapnya, bertujuan sebagai tempat
penyaluran bakat bagi semua orang.
Adapun guru-guru yang masih mengajarkan
seni bela diri Kuntau ungkap
Abdul Kadir, antara lain guru
M.Aini (Unggal) yang berada di Desa Amawang Kanan (Asam Cangkok), guru Mahdini
yang berada di Desa Telaga Bidadari, guru H. Nasrum yang berada
di Desa Baluti, guru Tani dan Ismail yang berada di Desa
Jambu Hulu dan di Jambu Karikil, guru Rili dan Jali yang berada di Muara banta, Guru Khalik dan
Asmuni yang berada di km 4 yang nama perguruannya adalah Singa
Mas, Guru Mulyadi dan Ilham
yang berada di Amparaya-Kapuh.
Sumber : http://puracit.blogspot.co.id/2014/07/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
Editor By : reff
Tidak ada komentar:
Posting Komentar